Lokomotif Pembocoran Informasi Rahasia Amerika Serikat (AS)
Wikileaks (sebuah situs informasi online) mewarnai tahun 2010 dengan kehebohan yang membuat AS, Prancis, Inggris dan Australia uring-uringan. Sejumlah dokumen berklasifikasi top secret (sangat rahasia) dibocorkan secara terang-terangan oleh Julian Assenge, bos Wikileaks. Singapura-pun lebih berhati-hati untuk berbicara dengan AS, setelah Wikileaks berhasil membocorkan sikap mantan PM Singapura Lee Kuan Yew yang mengatakan juntan militer Myanmar sebagai sekumpulan orang-orang bodoh dan pejabat Korea Utara yang psikopat.
Lebih dari 300.000 dokumen rahasia AS bocor di Internet. AS tidak menampik kesahihan dokumen-dokumen itu. Hal ini semakin menguatkan dugaan pernyataan sikap bahwa apa yang dilakukan oleh Wikileaks akan membahayakan keselamatan para agen-agen rahasia mereka di seluruh dunia serta menempatkan para aktivis dan penggerak propaganda AS di seluruh dunia dalam posisi yang sangat sulit. Diplomasi AS akan sangat terganggu dengan adanya pembocoran itu. Australia-pun menyalahkan lemahnya keamanan arsip dan intelijen AS.
Banyak dari dokumen-dokumen tersebut berisi rencana-rencana buruk AS yang melakukan intervensi-intervensi di beberapa negara yang dianggap sebagai musuh demokrasi, termasuk kekejaman yang dilakukan para tentara AS di penjara teroris Guantanamo, serta kebiadabannya di Irak, Pakistan, dan Afghanistan. Indonesia sendiri sempat merasa cemas dengan disebut-sebutnya nama Indonesia dalam rilis-rilis informasi Wikileaks, meskipun kemudian Menkoinfo, Tifatul Sembiring menyatakan tidak perlu khawatir atas masalah tersebut.
Assange Harus Dihentikan
Tampaknya AS kehilangan akal untuk menggulung Assage. Ancaman-ancaman pembunuhan yang diduga didalangi oleh intelijen AS diacuhkan oleh Assenge. Bahkan, setelah AS dan Prancis menghadang dan menyetop serve-serve di kedua negara tersebut untuk bisa dipergunakan oleh Wikileaks, Assenge tidak kehilangan akal untuk memindahkan servenya ke Swiss. Ia akan terus memindakannya setiap kali servenya diblokir di suatu negara. Ia bertekad tetap akan melakukan kewajiban jurnalistikya membongkar semua kebusukan pemerintah dan militer AS. Inilah yang membuat banyak negara yang terhubung dengan kebijakan-kebijakan Gedung Putih menjadi cemas. Para penganut teori konspirasi percaya bahwa AS dan para sekutunya melakukan segala cara untuk menjatuhkan Assenge, tanpa harus dituduh telah melakukan kejahatan kemanusiaan. Mereka haru membuat agar citra Assenge menjadi buruk di mata internasional. Dunia harus percaya bahwa seorang Assenge adalah psikopat, kriminal yang tidak bisa dipercaya. Lagi-lagi sama seperti yang diduga terjadi di Malaysia. Isu seks-pun menjadi kartu truf untuk menjatuhkan Assenge.
Seolah-olah terjadi dengan sangat kebetulan, pengadilan Swedia-pun mengeluarkan perintah penangkapan terhadap Assenge atas tuduhan penyerang seksual kepada dua orang perempuan Swedia. Namun uniknya, Anna Ardin, salah satu di antara mereka justru memutuskan untuk menghentikan layanan mengaduan kasus tersebut. Menurut informasi, ia pindah ke Palestina untuk menjadi relawan. Beberapa status di twitter milih Ardin, justru dipandang sebagai sikap simpatinya kepada situs Wikileaks yang diblokir donasi dananya oleh negara-negara atas perintah AS. "Mastercard, Visa dan Paypal mereka sekarang." Demikian tulis Ardin yang ditafsir sebagai sikap simpatinya terhadap Wikileaks yang dihalangi untuk menerima donasi finansial dari para pendukung Wikileaks.
Dengan banyaknya keganjilan yang ada, menjadi wajar ketika banyak orang menduga bahwa tuduhan penyerangan seksual terhadap dua perempuan Swedia itu merupakan skenario yang sengaja dibangun oleh sebuah komplotan untuk menyingkirkan Assenge dan Wikileaks-nya. Pengacara Assenge menduga upaya dari Jaksa Agung AS untuk dapat mengekstradisi (penyerahan orang yang dianggap melakukan kriminalitas oleh suatu negara kepada negara lain yang diatur dalam perjanjian antara negara yang bersangkutan) Assenge agar dapat diadili di AS.
Senjata Pamungkas Assenge
Assenge menyadari betul bagaimana berbahayanya situasi yang harus dihadapinya. Jika kemungkinan diekstradisi ke Amerika masih dianggap terlalu ringan, kemungkinan terburuk adalah ia akan 'dihilangkan'. Untuk itu, Assenge telah mempersiapkan sebuah bundel dokumen rahasia yang dienkripsi (ditulis dengan kode sandi) dengan sebuah password yang dinamakan 'Cablegate'. Apabila terjadi apa-apa pada dirinya, enkripsi (kode) berisi dokumen-dokumen rahasia itu akan tersebar secara otomatis untuk dibuka habis-habisan di media massa.