Subscribers

Artikel

07/08/2013

Guruku, Orang Tuaku



   


   Haiii!
   Udah lama gue ngga ngepost nih. Maklu lagi puasa, jadi jari gue ikutan kelaperan.
   Kali ini gue mau ngepost cerita nonfiksi gue yang pernah gue ikuti dalam lomba "Fatigon aksi semangat". Lombanya membuat sebuah cerita yang bisa menginspirasi para pembaca lainnnya, dan alhamdullilah dari ribuan peserta yang ikut, gue bisa masuk 5 besar.

   Waktu babak final, kelima orang yang terpilih di undang dalam acara KickAndy di MetroTV. Btw, untuk videonya blm gue search, entar kalau udah ada gue bakal edite ulang post ini + share video yang di tayangin dari metro tv. 

   Oke, langsung aja cek cerita dari gue! Have fun reading!   

  Menjadi guru bukanlah pekerjaan mudah, Didalamnya dituntut pengabdian, dan juga ketekunan. Harus ada pula kesabaran dan welas asih dalam menyampaikan pelajaran. Sebab sejatinya guru bukan hanya mendidik, tapi juga mengajarkan. Hanya orang-orang tertentu saja yang mampu menjalankannya. Menjadi guru bukan sesuatu yang gampang, apalagi menjadi guru bagi anak-anak yang mempunyai keistimewaan.

  Guru saya berama Ibu “Tuti” saya mengenalnya ketika masuk kelas 1 SMA.  Ia memiliki badan yang tidak terlalu tinggi, gendut, dan berkaca mata serta selalu berpakaian rapi. Ia berdiri di depan ruang kelas pada hari pertama tahun pengajaran, dan berbohong kepada murid-muridnya.

  Seperti kebanyakan pengajar, ia memandang ke seluruh murid dan berkata bahwa ia memperhatikan seluruh murid dengan adil. Tetapi hal itu tidak mungkin, karena di barisan depan, ada seorang anak yang duduk dengan menggelesot namanya Alfredo.

  Ibu Tuti sudah mengawasi Alfredo setahun sebelumnya dan ia memperhatikan bahwa dia tidak bisa bermain dengan baik dengan anak-anak yang lain karena bajunya yang kedodoran dan terlihat selalu perlu untuk dimandikan alias kotor. Dan Alfredo bisa jadi tidak suka. Itu semua mendapat penilaian, dimana Ibu Tuti kenyataannya akan memberikan tanda khusus di laporan Alfredo dengan tinta merah besar, membuat X tebal dan memberi tanda F besar di atas kertas laporan Alfredo.

  Di sekolah tempat Ibu Tuti mengajar, ia diminta untuk melihat ulang catatan murid-muridnya di tahun sebelumnya, dan ia membiarkan catatan Alfredo di giliran terakhir. Saat membaca catatan Alfredo ia terkejut. Wali kelas satu Alfredo menulis, Alfredo adalah anak yang cemerlang dan ceria. Ia mengerjakan perkerjaannya dengan rapi dan memiliki hal-hal yang baik. Ia membawa kegembiraan bagi sekitarnya. 

  Tidak hanya wali kelas di kelas satu, tetapi semua guru pun menulis demikian, Alfredo adalah murid yang sempurna, sangat disukai oleh seluruh temannya, tetapi konsentrasinya terganggu karena ibunya sakit stroke dan untuk tinggal di rumah adalah suatu perjuangan bagi Alfredo.

  Guru kelas duanya menulis, ia mendengar kematian ibunya dan ia berusaha untuk melakukan yang terbaik, tetapi ayahnya tidak menunjukkan ketertarikannya dan kehidupan di rumah akan segera mempengaruhinya jika tidak ada langkah-langkah yang dilakukan.

  Semenjak kejadian itu banyak guru-guru yang berkomentar tidak seperti tahun lalu, Alfredo menjadi mundur dan tidak tertarik ke sekolah. Ia tidak punya banyak teman dan terkadang tertidur di kelas.

  Setelah itu, Ibu Tuti menyadari masalahnya dan dia malu terhadap dirinya sendiri. Ia merasa tidak enak ketika murid-muridnya membawa hadiah ketika hari guru, yang dibungkus dengan pita-pita yang indah serta sampul batik, kecuali pemberian Alfredo. Hadiah dari Alfredo kumal bentuknya dan dibungkus dengan kertas coklat yang diambil dari tas belanja.

  Ibu Tuti dengan terharu membuka kado Alfredo ditengah-tengah kado yang lain. Anak-anak mulai tertawa saat ia menemukan gelang batu dimana beberapa batunya hilang, dan sebuah botol yang berisi parfum setengahnya.

  Tetapi ia menyuruh murid-muridnya diam dan menyatakan bahwa gelang pemberian Alfredo sangat indah, serta mengoleskan parfum di pergelangan tangannya.

  Setelah sekolah usai, Alfredo tetap tinggal, menunggu cukup lama untuk mengatakan, Ibu Tuti, hari ini bau wangi anda seperti ibu saya. Setelah murid-muridnya pergi, Ibu Tuti menangis hampir selama satu jam.

  Ibu Tuti memberi perhatian khusus kapada Alfredo. Selama bekerja dengannya, pikiran Alfredo mulai hidup. Semakin ia mendorong, semakin cepat Alfredo memberikan tanggapan.

  Di akhir tahun, Alfredo menjadi anak terpandai di kelas, akan tetapi Ibu Tuti jadi berbohong dengan mengatakan bahwa ia akan memperhatikan murid-muridnya secara adil, karena Alfredo telah menjadi murid kesayangannya.

  Satu tahun berlalu, Ibu Tuti menemukan sebuah surat di bawah pintu, dari Alfredo, yang mengatakan bahwa ia adalah guru terbaik yang pernah dimiliki sepanjang hidupnya.

  Lima tahun berlalu sebelum ia menerima surat yang lain dari Alfredo. Ia mengatakan bahwa saat orang memikirkan banyak hal, ia tetap tinggal di sekolah dan mempertahankannya, dan segera lulus dari akademi dengan penghargaan tertinggi di kuliahnya UI (Universitas Indonesia), ranking satu di kelas, dan Ibu Tuti tetap guru terbaik yang pernah dimiliki sepanjang hidupnya.

  Kemudian empat tahun berlalu dan surat yang lain datang lagi. Saat ini dia menjelaskan setelah menyelesaikan gelar sarjananya yang kedua, dia memutuskan untuk melanjutkan sedikit lagi. Surat itu menjelaskan bahwa Ibu Tuti tetap guru yang disukai dan paling baik yang pernah dimiliki sepanjang hidupnya.

  Kisahnya tidak berakhir disini. Masih ada surat lagi pada musin semi itu. Alfredo berkata bahwa ia bertemu dengan seorang gadis dan merencanakan untuk menikah. Ia mengatakan bahwa ayahnya telah meninggal beberapa tahun yang lalu dan dia berharap Ibu Tuti bersedia duduk di kursi yang biasanya disediakan untuk ibu pengantin. Tentu saja Ibu Tuti bersedia.

  Dan coba tebak apa berikutnya? Ibu Tuti mengenakan gelang batu dimana beberapa batunya telah hilang. Dan ia memastikan memakai parfum yang diingat Alfredo dipakai ibunya pada hari guru ketika masih bisa bersama-sama.

  Mereka berpelukan, dan Dr.Alfredo berbisik di telinga Ibu Tuti, "Terima kasih Ibu Tuti, anda mempercayai saya. Terima kasih karena sudah membuat saya merasa begitu penting dan memperlihatkan bahwa saya dapat membuat perubahan."

  Ibu Tuti dengan air mata berlinang, balik berbisik. Ia berkata, "Nak.., semua yang kamu katakan keliru. Kamu adalah orang yang telah mengajari bahwa aku dapat membuat perubahan. Aku sungguh-sungguh tidak tahu bagaimana caranya mengajar sampai bertemu denganmu."

  Tolong ingatlah bahwa kemana pun kamu pergi, apa pun yang kamu lakukan, kamu akan punya kesempatan untuk menyentuh atau merubah diri seseorang.


Pesan Singkat :
"Ingat, Guru adalah teman, teman adalah adalah malaikat yang mengangkat kita ke atas kaki kita, saat sayap kita bermasalah untuk mengingat bagaimana caranya terbang"




-Selesai- 

4 comments:

  1. kebalik, Guru bukan cuma mengajar tapi juga mendidik, yang betul:)

    ReplyDelete
  2. Sepertinya sudah jarang guru yang kamu gambarkan di atas. Mungkin zaman dulu sang guru saat kecil bercita-cita ingin mengajarkan supaya pintar tapi sudah besar alasan itu terlupakan dan hanya menginginkan imbalan uang. Banyak guru kayak gitu

    ReplyDelete
  3. gue selaku calon guru jg pgnnya gitu. bisa memposisikan diri sbg teman :)

    ReplyDelete

Powered by Blogger.

Gallery